Jumat, 09 Januari 2015

Pengantar Studi Islam

NAMA : SITI WAHYUNI
NIM : 14130024

SUMBER BUKU
JUDUL : PENGANTAR STUDI ISLAM
DITERBITKAN OLEH :
POKJA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2005

BAB 1
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

1.      Pengertian
Untuk mendapatkan pengertian Islam ada tiga istilah yang perlu dikemukakan, yakni : Islam, syari’ah dan wahyu. Dari sisi bahasa kata Islam berasal dari kata salima, berarati selamat, tunduk, berserah. Maka salima min khatarin berarti selamat dari bahaya, salima min’aibin berarti selamat dari cacat. Aslama ilaihi berarti tunduk, patuh, dan menyerah kepadanya.
Adapun shari’at berasal dari kata syari’ah artinya dari sisi bahasa adalah sumber air yang dituju. Shari’at dapat pula diartikan membuat peraturan bisa juga berarti pergi ke, masuk dalam, memulai atau mengatur.
Sedangkan wahyu berasal dari kata waha’, wahyun, mempunyai arti
al-isyaratu, memberi isyarat atau petunjuk. Maka arti kata awha allahu ilaihi berarti Allah mewahyukan kepadanya atau Allah memberiakn isyarat atau petunjuk kepadanya. Wahyu dapat pula diartikan memberi inspirasi.
Menurut Istilah Islam dapat diidentikkan dengan syari’at dan wahyu, syari’at dari segi istilah artinya kumpulan perintah dan hukum-hukum yang berkaitan dengan kepercayaan (iman dan Ibadah) dan hubungan kemasyarakatan ( mu’amalah) yang diwajibkan oleh islam untuk diaplikasikan dengan kehidupan guna mencapai kemaslahatan masyarakat. Sementara wahyu menurut istilah artinya wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan Akhirat.

2.      Islam Normatif dan Islam Historis
Istilah yang hampir sama dengan islam normatif dan islam historis adalah Islam sebagai wahyu dan Islam sebagai produk sejarah. Sebagai wahyu Islam dedefinisikan wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW untuk kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat. Sejalan dengan itu ada pula ilmuan yang membuat pengelompokan lain. Misalnya Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi tiga wilayah (domain) penelitian dalam Islam. Pertama, wilayah teks asli Islam yaitu al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad yang otentik. Kedua, pemikiran islamyang merupakan ragam cara menafsirkan teks asli islam yang dapat ditemukan dalam empat pokok cabang : (1) hukum, (2) teologi, (3) filsafat. Dan (4) tasawuf/mistik. Ketiga, praktik yang dilakukan kaum muslim dalam berbagai macam latar belakang social.
Sejumlah ulama mengklasifikasikan ajaran Islam menjadi tiga kelompok besar, yakni (1) akidah, (2) shari’ah (3) akhlak-tasawuf selain itu juga mengelompokkan akhlak menjadi dua yakni akhlak terpuji ( akhlaq mahmudah) dan akhlak tercela (akhlaq mazmumah).

3.      Produk Pemikiran Hukum Islam
Islam dapat dikaji dari berbagai tinjauan, islam diperjelas dan dikaji dengan beberapa level yakni : level teks asli, level pemikiran (hasil ijtihad), dan level praktik. Sementara fiqih berada pada level pemikiran yang bersifat nisbi, tidak pasti dan berubah sejalan dengan perubahan social budaya, bukan nash yang bersifat mutlak dan tidak berubah. Meskipun nash (teks asli) bersifat mutlak dan absolut, pemahaman terhadap nash dibutuhkan perubahan dari waktu ke waktu.

4.      Objek Kajian Islam
Semua hal yang membicarakan tentang islam mulai dari tingkat berupa nash, hasil pemikiran ulama, sampai level praktik yang dilakukan masyarakat. Dengan adanya perbedaan level kajian menentukan juga pendekatan dan metode yang digunakan. Model epistemologi yang popular dalam studi islamdikelompokkan oleh al-Jabiri menjadi (1) demonstratife (burhani), (2) linguistik/ tekstual (bayani), dan (3) gnostik/intuitif (irfani).
Secara epistemology burhani adalah bahwa untuk mengukur benar atau tidaknya sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiyah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci, maka dari sini muncul peripatik.
Bayani adalah pendekatan dengan cara menganalisa teks. Maka objeknya adalah gramatika dan satra (nahwu dan balagah), hukum dan teori hukum (fiqih dan usul fiqih), teologi dan ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadis.
Irfani adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi (kasfl ilham). Langkah-langkah penelitian irfaniah sebagai berikut :
a.       Takhliyah pada tahap ini peneliti mengkosongkan (tajarrud) perhatiannya dari makhluk dan memusatkan perhatian kepada (tawjib)
b.      Tahliyah peneliti memperbanyak amal saleh dan melazimkan hubungan dengan al-Khaliq lewat ritus-ritus tertentu.
c.       Tajliyah penulis menemukan jawaban batiniah terhadap persoalan persoalan yang dihadapinya.

Tekhnik penelitian Irfaniah
a.       Riyadhah rangkaian latihan dan ritus dengan penahapan dan prosedur tertentu.
b.      Thariqah diartikan sebagai kehidupan jama’ah yang mengikuti aliran tasawuf yang sama.
c.       Ijazah kehadiran guru sangat penting membimbing murid dari tahap satu ke tahap yang lain.







BAB 11
SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI ISLAM

1.      Perkembangan Studi Islam di Dunia Muslim
Akhir periode Madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan islam sekolah masih di masjid-masjid dan di rumah-rumah, dengan ciri hafalan namun sudah dikenalkan logika, matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, music, sejarah dan geografi. Selama abad ke 5 h periode khalifah ‘Abbasiyah, sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung0gedung besar, bukan lagi masjid dan mulai bergeser dari mata kuliah yang bersifat spiritual ke mata kuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu social.
Berdiri system madrasah adalah di abad 5 H/ akhir abad 11 M, menjadi titk balik kejayaan. Madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-dokttrin terutama oleh kerajaan Fatimah di kairo. Sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah ilmu-ilmu umum bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris yang di pelajari di madrasah. Pengaruh al-Ghozali (1085-1111 M) disebut sebagai awal terjadinya pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam pada zamannya, yakni Nisyapur, Baghdad, kairo, Damaskus, dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim yakni :
1.      Nizhamiyah di Baghdad
2.      Al-Azhar di Kairo Mesir
3.      Cordova
4.      Kairwan Amir Nizam al-Muluk di Maroko

2.      Perkembangan Studi islam di Barat
a.      Fase Kejayaan Muslim
Kontrak pertama antara dunia barat dengan dunia muslim adalah lewat kontrak perguruan tinggi. Bentuk lain dari kontrak dunia muslim dengan dunia barat pada fase pertama adalah penyalinan manuskrip-manuskrip ke dalam bahasa latin sejak abad ke -13 Masehi hingga bangkitnya zaman kebangunan (Renaissance) di Eropa pada abad ke -14. Setelah ilmu-ilmu yang dikembangkan muslim masuk ke eropa dan dikembangkan oleh sarjana-sarjana barat, dirasakan banyak yang tidak sejalan dengan Islam. Karena itu, beberaa\pa ilmuan melakukan pembersihan upaya yang dilakukan pertama mencoba menumbuhkn kesadaran akan persoalan yang ada dengan menunjukkan kekuranagn system barat dan  produknya di dunia Islam, kelemahan buku produk Barat kemudian menawarkan kemungkinan penyelesaian yang dapat ditempuh misalnya propaganda penulisan ulang ilmu-ilmu modern dengan menanggalkan ciri-ciri Barat (terutama sekularisme) yang terkandung di dalamnya lalu mengisinya dengan nilai-nilai Islam.
b.      Fase Runtuhnya Muslim
Sebelum muslim memasuki universitas-universitas di barat (khususnya Eropa dan Amerika ) dan belum ada muslim yang menulis dalam bahasa inggris dan beberapa bahasa Eropa seperti bahasa Perancis, Jerman, dan Belanda ahli islam di barat didominasi oleh para orientalis.kemudian dengan adanya sarjana muslim yang bersekolah di barat dan menulis dalam bahasa barat ahli keislaman muncul dari sejumlah muslim.
Para orientalis ini dapat dikelompokkam berdasarkan bidang keilmuan yang ditekuni. Studi dalam bidang al-Qur’an oleh Fazlur Rahman dikelompokkan secara umum menjadi dua kelompok besar yakni : Missionaris dan akademik. Maksud kelompok Missionaris adalah para sarjana barat yang ketika mengkaji al-Qur’an memakai ajaran Kristen bahkan memiliki misi tertentu dengan kajiannya berusaha memperlihatkan kelemahan dan kekuranagn al-Qur’an.

3.      Perkembangan Studi Islam di Indonesia
 Lembaga / system pendidikan islam di Indonesia mulai dari system pendidikan langgar yaitu pendidikan yang dijalankan di langgar, atau surau, atau masjid atau rumah guru kurikulumnyapun bersifat elementer yakni mempelajari abjad huruf Arab. Pengajaran ini dilakukan dengan dua cara pertama, dengan cara sorongan yakni  murid berhadapan secara langsung dengan guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid. Selanjutnya dengan system pesantren dimana seorang kiyai mengajari santri dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran / pendidikan dan didukung oleh Pondok sebagai tempat tinggal santri. System pengajaran selanjutnya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan islam, yang dimulai pertama dari kerajaan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan yang didirikan Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pads abad 10 M., kerajaan Perlak di selat Malaka, kerajaan Aceh Darussalam, kerajaan Demak, kerajaan islam di Mataram, kerajaan Islam di Banjarmasin. Kemudian mulai akhir abad ke 19 perkembangan pendidikan islam di Indonesia mulai lahir sekolah model Belanda, sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Kemudian abad ke 20 muncul madrasah dan organisasi islam hingga Perguruan Tinggi Islam atau Sekolah Tinggi Islam di Jakarta dan pada tanggal 8 juli 1945 diadakan upacara pembukaan resmi STI bertepatan dengan hari Isra’ dan Mi’raj.













BAB III
KAJIAN SUMBER AJARAN ISLAM

1.      Al-Qur’an sebagai Sumber Ajaran Agama Islam Pertama
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt kepada manusia untuk dijadikan sebagai huda, bayyinat min al-huda, furqan dan adz-dzikr. Untuk itulah maka umat Islam harus senantiasa menjadikan al-Qur’an sebagai compas dalam hidupnya di setiap aspek kehidupan. Dalam rangka membumikan al-Qur’an diperlukan adanya tafsir oleh para pakar tafsir (mufassir) sebab kandungan al-Qur’an masih bersifat global yang bagi orang awan masih sulit menangkap maksud (pesan) yang terkandung di dalamnya.
Dalam penerapannya ke bidang penafsiran contoh manhaj dan thariqah adalah metode tahlily, muqarin, ijmaly, dan mawdlu’y.

2.      Al-Sunnah sebagai Sumber Ajaran Islam Kedua
Secara etimologi sunnah berarti tata cara. Secara terminologi menurut ahli hadis sunnah berarti sabda, pekerjaan, ketetapan, sifat (watak budi atau jasmani) atau tingkah laku Nabi Muhammad saw, baik sebelum menjadi Nabi maupun sesudahnya. Kedudukan dan fungsi sunnah diantaranya : Menjelaskan kitabullah yang masih global, Rasulullah sebagai uswatun hasananah (Q.s al-Ahzab : 21), Rasulullah wajib ditaati dan Rasulullah mempunyai kewenangan membuat aturan. Kajian tentang sunnah diklasifikasi ke dalam dua hal yaitu tentang sanad dan matan harus dikaji terlebih dahulu siapa perawinya, bagaimana statusnya, kekuatan hafalannya dan sebagainya dan untuk mengkritiknya diperlukan penguasaan ilmu tentang hadis, ada tiga syarat sebelum menerima matan hadis sabagai pegangan yaitu kesesuaian dengan isi al-Qur’an, tidak bertentangan dengan pemikiran ilmiah, dan tidak bertentangan dengan fakta sejarah.

3.      Sumber Pengetahuan Dalam Islam
Sumber pengetahuan dalam islam sangat terkait dengan pandangan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan. Dalam keilmuan modern kajian tentang manusia telah menghasilkan berbagai disiplin keilmuan yang beragam seperti psikologi yang memusatlam perhatain kepada aspek kejiwaan, antropologi, biologi dll.
Munculnya para saintis muslim pada era keemasan karena mereka terinspirasi oleh al-Qur’an untuk memikirkan fenomena alam. Namun sejak mundurnya peradaban islam banyak temuan bidang sains justru muncul di Barat.
Sumber pengetahuan berupa sejarah dapat dicermati dari berbagai ayat dalam al-Qur’an yang berbicara tentang masa lalu agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal.


















BAB IV
PENGELOMPOKKAN KEILMUAN DALAM ISLAM


Muhammad Abed al-Jabiri seorang pemikir muslim kontemporer asal maroko membuat klasifikasi Ilmu dalam islam secara epistemology. Menurutnya, nalar pemikiran islam dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu bayani, ‘irfani dan burhani.

1.      Rumpun Bayani’
Secara etimologis  mempunyai pengertian penjelas, pernyataan, ketetapan, sedangkan secara terminologis berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma, dan ijtihad. Menurut al-jibri pola berfikir bayani berlaku untuk disiplin ilmu seperti fikih, studi gramatika, filologi, dan kalam dan kerangka berpikir tang diterapkan cebderung berpangkal pada teks.

2.      Rumpun Burhani
Jika sumber pengetahuan dalam nalar bayani adalah teks, maka sumber pengetahuan dalam nalar burhani adalah realitas (al-waqi’) baik dari alam, social, dan humanities.keilmuan yang termasuk dalam nalar burhani adalah falsafah, ilmu-ilmu alam seperti fisika, matematika, biologi, dan kedokteran, ilmu social seperti sosiologi, antropologi, psikologi ddan sejarah.

3. Rumpun Irfani
 Sumber pengetahuan adalah pengalaman. Analogi dalam nalar Irfani didasarkan atas penyerupaan, ia tidak terikat aturan sertamenghasilkan jumlah bentuk yang tidak terbatas dan dalam nalar irfani dapat mengambil bentuk kiasan atau metafora.

BAB V
PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM

1.      Pendekatan Normatif
Adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normative dalam ajaran islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah. Pendekatan normative dalam studi idlam melahirkan banyak karya yang berkaitan dengan tafsir, sunnah dan keilmuan naqli seperti fikih, kalam, dan tasawuf. Pendekatan ini tidak dapat berdiri sendiri harus dipadu dengan pendekatan lain khussusnya social humaniora dan kealaman.

2.      Pendekatan Sejarah
Pokok denotatife pembicaraan ini diawali dengan penjelasan islam sebagai gejala social atau fenomena yang menyejarah. Prospektif ini mencoba memahami islam dalam sejarah turunnya dan penyebarannya sebagai realitas social yang berada dalam konteks sosial, dan oleh karenanya ia berinteraksi dengan realitas masyarakat ketika itu.

3.      Pendekatan Sosial dan Antropologi
Fokus pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam social dan budaya. Pendekatan antropologinya dilihat dari dinamiaka perspektif individu-individu di dalam memahami ajaran Islam. Ragam dan corak keislaman sesungguhnya tidak lepas dari dinamika pemahaman umat islam yang berbeda-beda tentang ajaran islam berdasarkan setting social dan budaya yang melatarbelakangi sekaligus yang dihadapi oleh umat islam. Kemudian muncul berbagai sudut pandang yang melahirkan berbagai model pemahaman terhadap ajaran Islam.


4.      Pendekatan hermeneutik
Meskipun terdapat beragam pendefinisian terhadap hermeneutik merujuk pada teori penafsiran, baik yang ditafsirkan itu teks atau sesuatu yang diperlukan sebagaimana teks. Hermeneutika adalah suatu pemahaman terhadap pemahaman yang dilakukan oleh seseorang dengan menelaah proses asumsi-asumsi yang berlaku dalam pemahaman tersebut, termasuk diantaranya konteks-konteks yang melingkupi dan mempengaruhi proses tersebut.

5.      Pendekatan Fenomenologi
Fenomenologi berusaha menyajikan filsafat sebagi metode yang pokok dan otonom, suatu sains akar yang dapat mengabdi kepada segala pengetahuan. Pendekatan fenomenologi berfungsi melakukan pengamatan pada cara pandang orang terhadap ajaran islam sekaligus membangun suatu pertanyaan adakah bias bias makna dan pemahaman serta pandangan-pandangan orang terhadap ajaran islam.

6.      Pendekatan Ilmu-ilmu kealaman
Fakta menunjukkan bahwa sains (dalam konteks ilmu-ilmu kealaman) dan agama adalah dua hal yang semakin memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Perkembangsan sains di dunia modern tidak berarti menurunnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia, sebagaimana selama ini diprediksi dalam teori sekularisasi. Kecenderungan semakin menguatnya agama dan sains ini menarik perhatian banyak kalangan, terutama berkenaan dengan hubungan antar keduanya. Dalam pendekatan ini salah satu langkah yang paling baik adalah agama dan sains tidak perlu mencampuri urusan satu sama lain.




BAB VI
ISU-ISU AKTUAL DALAM STUDI ISLAM

1.    Pluralisme dalam Kajian Studi Islam
Perbedaan harus dipandang sebagai suatu realitas social yang fundamental, yang harus dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh masyarakat itu sendiri. Dalam kaitannya dengan pluralitas, al-Qur’an, (surat al-Hujurat ayat 13) ayat al-Qur’an ini sesungguhnya mengajarkan kepada kita semua akan penting dan perlunya memberlakukan perbedaan dan pluralitas secara arif. Yaitu untuk saling mengenal dan belajar atas adanya perbedaan dalam pluralitas itu saling membangun dan memperkuat. Tinggi rendahnya manusia di hadapan Tuhan itu tidak ditentukan oleh adanya realitas perbedaan dan pluralitas tetapi kadar ketaqwaannya.

2.     HAM  dan Gender
Abdurrahman  wahid menegaskan bahwa manusia mempunyai posisi tinggi dalam kosmologi, sehingga ia harus diperlakukan secara professional pada posisi yang mulia. Sebelum seorang individu dilahirkan dan setelah meninggal dunis, dia mempunyai hak-hak yang diformulasikan dan dilindungi oleh hukum.
Ahmad syafi’I Ma’arif mencatat, ada kemuliaan yang dianugerahkan Allah Swt kepada manusia sehingga mengakibatkan  dirinya diangkat menjadi Khalifah di muka bumi. Pertama karamah fardiyah (kemuliaan individu) mempunyai pengertian bahwa islam melindungi aspek kehidupan manusia seutuhnya. Kedua, karamah ijtima’iyah ( kemuliaan kolektif) menjamin sepenuhnya persamaan diantara individu kecuali prestasi iaman dan taqwanya. Ketiga yaitu karamah siyasiyah (kemuliaan politik) yang mempunyai pengertian Islam memberi hak politik individu untuk memilih sekaligus menentukan nasib atau posisi dirinya sebagai wakil Allah swt.
3.    Civil society
Istilah civil society diterjemahkan dengan “masyarakat warga”, “masyarakat sipil”, “masyarakat kekeluargaan” dan mungkin masih ada terjemahan lain. Meskipun masih ada pro dan kontra, istilah “masyarakat madani” ini dirasa lebih pas untuk diterapkan terutama di Indonesia.
Sebagai pemeluk islam, selayaknya kita bersikap objektif tidak mengunggulkan agama senidri. Islam memberi batasan tegas tentang prinsip-prinsip yang terkandung dari masyarakat madani yaitu : prinsip keadilan, persamaan dan musyawarah (demokrasi). Disinilah sebenarnya kita dapat mengaitkan dengan jelas hubungan antara islam dan masyarakat madani. Kebebasan relatif yang dimiliki bangunan masyarakat madani, fungsi control yang dikembangkan oleh lembaga yang dapat disebut sebagai institusi civil society merupakan penerapan lanjutan dari konsep-konsep keadilan, persamaan dan musyawarah tadi. Nilai-nilai baru yang diharapkan dari perkembangan isu-isu kontemporer, salah satu civil society dapat membawa kebaikan atu maslahat bagi masyarakat. Dalam pratiknya nilai-nilai Islam menjadi dasar bagi semua keputusan tindakan yang berada dalam suatu masyarakat yang mempunyai cita-cita luhur bersama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar