NAMA : SITI WAHYUNI
NIM : 14130024
NIM : 14130024
SUMBER BUKU
JUDUL : PENGANTAR STUDI ISLAM
DITERBITKAN OLEH :
POKJA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2005
BAB
1
PENGERTIAN
DAN RUANG LINGKUP
1. Pengertian
Untuk
mendapatkan pengertian Islam ada tiga istilah yang perlu dikemukakan, yakni : Islam, syari’ah dan wahyu. Dari sisi bahasa kata Islam berasal dari kata salima, berarati selamat, tunduk,
berserah. Maka salima min khatarin
berarti selamat dari bahaya, salima
min’aibin berarti selamat dari cacat. Aslama
ilaihi berarti tunduk, patuh, dan menyerah kepadanya.
Adapun
shari’at berasal dari kata syari’ah artinya dari sisi bahasa adalah sumber air
yang dituju. Shari’at dapat pula diartikan membuat peraturan bisa juga berarti
pergi ke, masuk dalam, memulai atau mengatur.
Sedangkan
wahyu berasal dari kata waha’, wahyun,
mempunyai arti
al-isyaratu, memberi isyarat atau petunjuk. Maka arti kata awha allahu ilaihi berarti Allah mewahyukan kepadanya atau Allah memberiakn isyarat atau petunjuk kepadanya. Wahyu dapat pula diartikan memberi inspirasi.
al-isyaratu, memberi isyarat atau petunjuk. Maka arti kata awha allahu ilaihi berarti Allah mewahyukan kepadanya atau Allah memberiakn isyarat atau petunjuk kepadanya. Wahyu dapat pula diartikan memberi inspirasi.
Menurut
Istilah Islam dapat diidentikkan dengan syari’at dan wahyu, syari’at dari segi
istilah artinya kumpulan perintah dan hukum-hukum yang berkaitan dengan
kepercayaan (iman dan Ibadah) dan hubungan kemasyarakatan ( mu’amalah) yang
diwajibkan oleh islam untuk diaplikasikan dengan kehidupan guna mencapai
kemaslahatan masyarakat. Sementara wahyu menurut istilah artinya wahyu Allah
yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW untuk kebahagiaan umat manusia di
dunia dan Akhirat.
2. Islam Normatif dan Islam Historis
Istilah
yang hampir sama dengan islam normatif dan islam historis adalah Islam sebagai
wahyu dan Islam sebagai produk sejarah. Sebagai wahyu Islam dedefinisikan wahyu
ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW untuk kebahagiaan kehidupan
dunia dan akhirat. Sejalan dengan itu ada pula ilmuan yang membuat
pengelompokan lain. Misalnya Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi tiga
wilayah (domain) penelitian dalam Islam. Pertama, wilayah teks asli Islam yaitu
al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad yang otentik. Kedua, pemikiran islamyang
merupakan ragam cara menafsirkan teks asli islam yang dapat ditemukan dalam
empat pokok cabang : (1) hukum, (2) teologi, (3) filsafat. Dan (4)
tasawuf/mistik. Ketiga, praktik yang dilakukan kaum muslim dalam berbagai macam
latar belakang social.
Sejumlah
ulama mengklasifikasikan ajaran Islam menjadi tiga kelompok besar, yakni (1)
akidah, (2) shari’ah (3) akhlak-tasawuf selain itu juga mengelompokkan akhlak
menjadi dua yakni akhlak terpuji ( akhlaq
mahmudah) dan akhlak tercela (akhlaq
mazmumah).
3. Produk Pemikiran Hukum Islam
Islam
dapat dikaji dari berbagai tinjauan, islam diperjelas dan dikaji dengan
beberapa level yakni : level teks asli, level pemikiran (hasil ijtihad), dan
level praktik. Sementara fiqih berada pada level pemikiran yang bersifat nisbi,
tidak pasti dan berubah sejalan dengan perubahan social budaya, bukan nash yang
bersifat mutlak dan tidak berubah. Meskipun nash (teks asli) bersifat mutlak
dan absolut, pemahaman terhadap nash dibutuhkan perubahan dari waktu ke waktu.
4. Objek Kajian Islam
Semua
hal yang membicarakan tentang islam mulai dari tingkat berupa nash, hasil
pemikiran ulama, sampai level praktik yang dilakukan masyarakat. Dengan adanya
perbedaan level kajian menentukan juga pendekatan dan metode yang digunakan.
Model epistemologi yang popular dalam studi islamdikelompokkan oleh al-Jabiri
menjadi (1) demonstratife (burhani),
(2) linguistik/ tekstual (bayani),
dan (3) gnostik/intuitif (irfani).
Secara
epistemology burhani adalah bahwa untuk mengukur benar atau tidaknya sesuatu
adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiyah manusia berupa pengalaman
dan akal tanpa dasar teks wahyu suci, maka dari sini muncul peripatik.
Bayani
adalah pendekatan dengan cara menganalisa teks. Maka objeknya adalah gramatika
dan satra (nahwu dan balagah), hukum dan teori hukum (fiqih dan usul fiqih),
teologi dan ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadis.
Irfani
adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi (kasfl ilham). Langkah-langkah
penelitian irfaniah sebagai berikut :
a.
Takhliyah pada tahap ini peneliti
mengkosongkan (tajarrud) perhatiannya dari makhluk dan memusatkan perhatian
kepada (tawjib)
b.
Tahliyah peneliti memperbanyak amal
saleh dan melazimkan hubungan dengan al-Khaliq lewat ritus-ritus tertentu.
c.
Tajliyah penulis menemukan jawaban
batiniah terhadap persoalan persoalan yang dihadapinya.
Tekhnik
penelitian Irfaniah
a.
Riyadhah rangkaian latihan dan ritus
dengan penahapan dan prosedur tertentu.
b.
Thariqah diartikan sebagai kehidupan
jama’ah yang mengikuti aliran tasawuf yang sama.
c.
Ijazah kehadiran guru sangat penting
membimbing murid dari tahap satu ke tahap yang lain.
BAB
11
SEJARAH
PERKEMBANGAN STUDI ISLAM
1.
Perkembangan
Studi Islam di Dunia Muslim
Akhir
periode Madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan islam sekolah masih
di masjid-masjid dan di rumah-rumah, dengan ciri hafalan namun sudah dikenalkan
logika, matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, music, sejarah dan geografi.
Selama abad ke 5 h periode khalifah ‘Abbasiyah, sekolah-sekolah didirikan di
kota-kota dan mulai menempati gedung0gedung besar, bukan lagi masjid dan mulai
bergeser dari mata kuliah yang bersifat spiritual ke mata kuliah yang bersifat
intelektual, ilmu alam dan ilmu social.
Berdiri
system madrasah adalah di abad 5 H/ akhir abad 11 M, menjadi titk balik
kejayaan. Madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-dokttrin
terutama oleh kerajaan Fatimah di kairo. Sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah
ilmu-ilmu umum bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris yang di
pelajari di madrasah. Pengaruh al-Ghozali (1085-1111 M) disebut sebagai awal
terjadinya pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum.
Ada
beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam pada zamannya, yakni Nisyapur,
Baghdad, kairo, Damaskus, dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di
dunia muslim yakni :
1. Nizhamiyah
di Baghdad
2. Al-Azhar
di Kairo Mesir
3. Cordova
4. Kairwan
Amir Nizam al-Muluk di Maroko
2.
Perkembangan
Studi islam di Barat
a.
Fase
Kejayaan Muslim
Kontrak
pertama antara dunia barat dengan dunia muslim adalah lewat kontrak perguruan
tinggi. Bentuk lain dari kontrak dunia muslim dengan dunia barat pada fase
pertama adalah penyalinan manuskrip-manuskrip ke dalam bahasa latin sejak abad
ke -13 Masehi hingga bangkitnya zaman kebangunan (Renaissance) di Eropa pada
abad ke -14. Setelah ilmu-ilmu yang dikembangkan muslim masuk ke eropa dan
dikembangkan oleh sarjana-sarjana barat, dirasakan banyak yang tidak sejalan
dengan Islam. Karena itu, beberaa\pa ilmuan melakukan pembersihan upaya yang
dilakukan pertama mencoba menumbuhkn kesadaran akan persoalan yang ada dengan
menunjukkan kekuranagn system barat dan
produknya di dunia Islam, kelemahan buku produk Barat kemudian
menawarkan kemungkinan penyelesaian yang dapat ditempuh misalnya propaganda
penulisan ulang ilmu-ilmu modern dengan menanggalkan ciri-ciri Barat (terutama
sekularisme) yang terkandung di dalamnya lalu mengisinya dengan nilai-nilai
Islam.
b.
Fase
Runtuhnya Muslim
Sebelum muslim memasuki universitas-universitas di
barat (khususnya Eropa dan Amerika ) dan belum ada muslim yang menulis dalam
bahasa inggris dan beberapa bahasa Eropa seperti bahasa Perancis, Jerman, dan
Belanda ahli islam di barat didominasi oleh para orientalis.kemudian dengan
adanya sarjana muslim yang bersekolah di barat dan menulis dalam bahasa barat
ahli keislaman muncul dari sejumlah muslim.
Para orientalis ini dapat dikelompokkam berdasarkan
bidang keilmuan yang ditekuni. Studi dalam bidang al-Qur’an oleh Fazlur Rahman
dikelompokkan secara umum menjadi dua kelompok besar yakni : Missionaris dan
akademik. Maksud kelompok Missionaris adalah para sarjana barat yang ketika
mengkaji al-Qur’an memakai ajaran Kristen bahkan memiliki misi tertentu dengan
kajiannya berusaha memperlihatkan kelemahan dan kekuranagn al-Qur’an.
3.
Perkembangan
Studi Islam di Indonesia
Lembaga /
system pendidikan islam di Indonesia mulai dari system pendidikan langgar yaitu pendidikan yang dijalankan di langgar,
atau surau, atau masjid atau rumah guru kurikulumnyapun bersifat elementer
yakni mempelajari abjad huruf Arab. Pengajaran ini dilakukan dengan dua cara
pertama, dengan cara sorongan yakni murid
berhadapan secara langsung dengan guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah
dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid. Selanjutnya
dengan system pesantren dimana
seorang kiyai mengajari santri dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran /
pendidikan dan didukung oleh Pondok sebagai
tempat tinggal santri. System pengajaran selanjutnya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan islam, yang
dimulai pertama dari kerajaan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan yang didirikan
Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pads abad 10 M., kerajaan Perlak di selat
Malaka, kerajaan Aceh Darussalam, kerajaan Demak, kerajaan islam di Mataram,
kerajaan Islam di Banjarmasin. Kemudian mulai akhir abad ke 19 perkembangan
pendidikan islam di Indonesia mulai lahir sekolah model Belanda, sekolah Eropa,
sekolah Vernahuler. Kemudian abad ke 20 muncul madrasah dan organisasi islam
hingga Perguruan Tinggi Islam atau Sekolah Tinggi Islam di Jakarta dan pada
tanggal 8 juli 1945 diadakan upacara pembukaan resmi STI bertepatan dengan hari
Isra’ dan Mi’raj.
BAB
III
KAJIAN
SUMBER AJARAN ISLAM
1.
Al-Qur’an
sebagai Sumber Ajaran Agama Islam Pertama
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt kepada manusia
untuk dijadikan sebagai huda, bayyinat
min al-huda, furqan dan adz-dzikr. Untuk itulah maka umat Islam harus
senantiasa menjadikan al-Qur’an sebagai compas
dalam hidupnya di setiap aspek kehidupan. Dalam rangka membumikan al-Qur’an
diperlukan adanya tafsir oleh para pakar tafsir (mufassir) sebab kandungan al-Qur’an masih bersifat global yang bagi
orang awan masih sulit menangkap
maksud (pesan) yang terkandung di dalamnya.
Dalam penerapannya ke bidang penafsiran contoh manhaj dan thariqah adalah metode tahlily,
muqarin, ijmaly, dan mawdlu’y.
2. Al-Sunnah sebagai Sumber Ajaran
Islam Kedua
Secara etimologi sunnah berarti tata cara. Secara
terminologi menurut ahli hadis sunnah berarti sabda, pekerjaan, ketetapan,
sifat (watak budi atau jasmani) atau tingkah laku Nabi Muhammad saw, baik
sebelum menjadi Nabi maupun sesudahnya. Kedudukan dan fungsi sunnah diantaranya
: Menjelaskan kitabullah yang masih global, Rasulullah sebagai uswatun
hasananah (Q.s al-Ahzab : 21), Rasulullah wajib ditaati dan Rasulullah
mempunyai kewenangan membuat aturan. Kajian tentang sunnah diklasifikasi ke
dalam dua hal yaitu tentang sanad dan matan harus dikaji terlebih dahulu siapa
perawinya, bagaimana statusnya, kekuatan hafalannya dan sebagainya dan untuk
mengkritiknya diperlukan penguasaan ilmu tentang hadis, ada tiga syarat sebelum
menerima matan hadis sabagai pegangan yaitu kesesuaian dengan isi al-Qur’an,
tidak bertentangan dengan pemikiran ilmiah, dan tidak bertentangan dengan fakta
sejarah.
3.
Sumber
Pengetahuan Dalam Islam
Sumber pengetahuan dalam islam sangat terkait dengan
pandangan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan. Dalam keilmuan modern kajian
tentang manusia telah menghasilkan berbagai disiplin keilmuan yang beragam
seperti psikologi yang memusatlam perhatain kepada aspek kejiwaan, antropologi,
biologi dll.
Munculnya para saintis muslim pada era keemasan
karena mereka terinspirasi oleh al-Qur’an untuk memikirkan fenomena alam. Namun
sejak mundurnya peradaban islam banyak temuan bidang sains justru muncul di
Barat.
Sumber pengetahuan berupa sejarah dapat dicermati
dari berbagai ayat dalam al-Qur’an yang berbicara tentang masa lalu agar
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal.
BAB
IV
PENGELOMPOKKAN
KEILMUAN DALAM ISLAM
Muhammad Abed al-Jabiri seorang pemikir muslim
kontemporer asal maroko membuat klasifikasi Ilmu dalam islam secara
epistemology. Menurutnya, nalar pemikiran islam dapat dikatagorikan menjadi
tiga yaitu bayani, ‘irfani dan burhani.
1.
Rumpun
Bayani’
Secara
etimologis mempunyai pengertian
penjelas, pernyataan, ketetapan, sedangkan secara terminologis berarti pola
pikir yang bersumber pada nash, ijma,
dan ijtihad. Menurut al-jibri pola
berfikir bayani berlaku untuk disiplin ilmu seperti fikih, studi gramatika,
filologi, dan kalam dan kerangka berpikir tang diterapkan cebderung berpangkal
pada teks.
2.
Rumpun
Burhani
Jika sumber pengetahuan dalam nalar bayani adalah
teks, maka sumber pengetahuan dalam nalar burhani adalah realitas (al-waqi’)
baik dari alam, social, dan humanities.keilmuan yang termasuk dalam nalar
burhani adalah falsafah, ilmu-ilmu alam seperti fisika, matematika, biologi,
dan kedokteran, ilmu social seperti sosiologi, antropologi, psikologi ddan
sejarah.
3. Rumpun Irfani
Sumber
pengetahuan adalah pengalaman. Analogi dalam nalar Irfani didasarkan atas
penyerupaan, ia tidak terikat aturan sertamenghasilkan jumlah bentuk yang tidak
terbatas dan dalam nalar irfani dapat mengambil bentuk kiasan atau metafora.
BAB
V
PENDEKATAN
DALAM STUDI ISLAM
1.
Pendekatan
Normatif
Adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek
normative dalam ajaran islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an maupun
al-Sunnah. Pendekatan normative dalam studi idlam melahirkan banyak karya yang
berkaitan dengan tafsir, sunnah dan keilmuan naqli seperti fikih, kalam, dan
tasawuf. Pendekatan ini tidak dapat berdiri sendiri harus dipadu dengan
pendekatan lain khussusnya social humaniora dan kealaman.
2.
Pendekatan
Sejarah
Pokok denotatife pembicaraan ini diawali dengan
penjelasan islam sebagai gejala social atau fenomena yang menyejarah.
Prospektif ini mencoba memahami islam dalam sejarah turunnya dan penyebarannya
sebagai realitas social yang berada dalam konteks sosial, dan oleh karenanya ia
berinteraksi dengan realitas masyarakat ketika itu.
3.
Pendekatan
Sosial dan Antropologi
Fokus pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah
memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam social dan budaya.
Pendekatan antropologinya dilihat dari dinamiaka perspektif individu-individu
di dalam memahami ajaran Islam. Ragam dan corak keislaman sesungguhnya tidak
lepas dari dinamika pemahaman umat islam yang berbeda-beda tentang ajaran islam
berdasarkan setting social dan budaya yang melatarbelakangi sekaligus yang
dihadapi oleh umat islam. Kemudian muncul berbagai sudut pandang yang
melahirkan berbagai model pemahaman terhadap ajaran Islam.
4.
Pendekatan
hermeneutik
Meskipun terdapat beragam pendefinisian terhadap
hermeneutik merujuk pada teori penafsiran, baik yang ditafsirkan itu teks atau
sesuatu yang diperlukan sebagaimana teks. Hermeneutika adalah suatu pemahaman
terhadap pemahaman yang dilakukan oleh seseorang dengan menelaah proses asumsi-asumsi
yang berlaku dalam pemahaman tersebut, termasuk diantaranya konteks-konteks
yang melingkupi dan mempengaruhi proses tersebut.
5.
Pendekatan
Fenomenologi
Fenomenologi berusaha menyajikan filsafat sebagi
metode yang pokok dan otonom, suatu sains akar yang dapat mengabdi kepada
segala pengetahuan. Pendekatan fenomenologi berfungsi melakukan pengamatan pada
cara pandang orang terhadap ajaran islam sekaligus membangun suatu pertanyaan
adakah bias bias makna dan pemahaman serta pandangan-pandangan orang terhadap
ajaran islam.
6.
Pendekatan
Ilmu-ilmu kealaman
Fakta menunjukkan bahwa sains (dalam konteks ilmu-ilmu
kealaman) dan agama adalah dua hal yang semakin memainkan peranan penting dalam
kehidupan manusia. Perkembangsan sains di dunia modern tidak berarti menurunnya
pengaruh agama dalam kehidupan manusia, sebagaimana selama ini diprediksi dalam
teori sekularisasi. Kecenderungan semakin menguatnya agama dan sains ini
menarik perhatian banyak kalangan, terutama berkenaan dengan hubungan antar
keduanya. Dalam pendekatan ini salah satu langkah yang paling baik adalah agama
dan sains tidak perlu mencampuri urusan satu sama lain.
BAB
VI
ISU-ISU
AKTUAL DALAM STUDI ISLAM
1.
Pluralisme
dalam Kajian Studi Islam
Perbedaan harus dipandang sebagai suatu realitas social
yang fundamental, yang harus dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh
masyarakat itu sendiri. Dalam kaitannya dengan pluralitas, al-Qur’an, (surat
al-Hujurat ayat 13) ayat al-Qur’an ini sesungguhnya mengajarkan kepada kita
semua akan penting dan perlunya memberlakukan perbedaan dan pluralitas secara
arif. Yaitu untuk saling mengenal dan belajar atas adanya perbedaan dalam pluralitas
itu saling membangun dan memperkuat. Tinggi rendahnya manusia di hadapan Tuhan
itu tidak ditentukan oleh adanya realitas perbedaan dan pluralitas tetapi kadar
ketaqwaannya.
2.
HAM dan Gender
Abdurrahman wahid menegaskan bahwa manusia mempunyai
posisi tinggi dalam kosmologi, sehingga ia harus diperlakukan secara
professional pada posisi yang mulia. Sebelum seorang individu dilahirkan dan
setelah meninggal dunis, dia mempunyai hak-hak yang diformulasikan dan
dilindungi oleh hukum.
Ahmad
syafi’I Ma’arif mencatat, ada kemuliaan yang dianugerahkan Allah Swt kepada
manusia sehingga mengakibatkan dirinya
diangkat menjadi Khalifah di muka bumi. Pertama karamah fardiyah (kemuliaan individu) mempunyai pengertian bahwa
islam melindungi aspek kehidupan manusia seutuhnya. Kedua, karamah ijtima’iyah ( kemuliaan kolektif) menjamin sepenuhnya
persamaan diantara individu kecuali prestasi iaman dan taqwanya. Ketiga yaitu karamah siyasiyah (kemuliaan politik)
yang mempunyai pengertian Islam memberi hak politik individu untuk memilih
sekaligus menentukan nasib atau posisi dirinya sebagai wakil Allah swt.
3.
Civil
society
Istilah
civil society diterjemahkan dengan “masyarakat warga”, “masyarakat sipil”,
“masyarakat kekeluargaan” dan mungkin masih ada terjemahan lain. Meskipun masih
ada pro dan kontra, istilah “masyarakat madani” ini dirasa lebih pas untuk
diterapkan terutama di Indonesia.
Sebagai
pemeluk islam, selayaknya kita bersikap objektif tidak mengunggulkan agama
senidri. Islam memberi batasan tegas tentang prinsip-prinsip yang terkandung
dari masyarakat madani yaitu : prinsip keadilan, persamaan dan musyawarah
(demokrasi). Disinilah sebenarnya kita dapat mengaitkan dengan jelas hubungan
antara islam dan masyarakat madani. Kebebasan relatif yang dimiliki bangunan
masyarakat madani, fungsi control yang dikembangkan oleh lembaga yang dapat
disebut sebagai institusi civil society merupakan penerapan lanjutan dari
konsep-konsep keadilan, persamaan dan musyawarah tadi. Nilai-nilai baru yang
diharapkan dari perkembangan isu-isu kontemporer, salah satu civil society
dapat membawa kebaikan atu maslahat bagi masyarakat. Dalam pratiknya
nilai-nilai Islam menjadi dasar bagi semua keputusan tindakan yang berada dalam
suatu masyarakat yang mempunyai cita-cita luhur bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar